2019


Sudah memasuki akhir tahun 2019. Tahun yang begitu menguras banyak perasaan dan aset pribadi. Tahun yang begitu banyak perjuangan. Tahun dari awal sebuah perubahan. Openingnya mirip Partai Nasdem.

Banyak pencapaian di tahun 2019 bagi gue pribadi. Keterima sebagai PNS (Pegawai Negri Swasta) karna seperti kata Uti, hanya raga yang PNS jiwa tetap swasta disertai gaya hidup yang hedonista. Tahun ini gue juga mendapatkan pendamping hidup melalui proses seleksi alam. Gue yang diseleksi tentunya.

Senyuman yang harus direlakan karena sebuah persimpangan. Bukan. Bukan mereka yang tidak ingin sejalan. Tapi orang-orang menyebutnya takdir.

Sebuah komitmen untuk bertemu di sebuah tujuan yang indah. Terbentur berbagai macam keadaan hingga terbentuk realita. Namun pada akhirnya dikalahkan oleh sesuatu yang mereka sebut takdir.

Rencana. Kumpulan harapan yang melewati fatamorgana masa depan, namun hilang bagai debu yang terhembus angin kencang. Angin kencang itu mereka kenal dengan Takdir.

Bagaimana mereka tau itu takdir? Bukankan itu rahasia Sang Pencipta?

Di sudut lain berteman dingin sepertiga malam, hanya detakan jam dinding dan gemerisik angin, dari hamparan bumi terdengar suara pelan yang tidak ada satu makhluk pun bisa mendengar bisikannya, suara yang bukan berasal dari mulut, namun suara itu mampu menembus lapisan langit, suara yang bahkan tidak mampu menggerakkan kapas namun mampu menggetarkan singgasana sang Maha Mendengar. Singgasana yang luasnya meliputi alam semesta. Suara yang berisi pinta tentang kebaikan yang mungkin menentang takdir. Suara dengan frekuensi terlemah namun berisi kesungguhan. Seperti busur panah yang dilepaskan oleh ahlinya, tepat menghujam sasaran. Doa.

Tinta takdir itu menulis ulang ceritanya lewat pena do'a atas izin-Nya. Ya, bahkan daun hanya akan jatuh atas se izin-Nya.

Ga cocok memang gue nulis serius. Bawaannya mau nangis aja.






by: Sileo

1 Masukan: