CLEFT LIP
DISUSUN OLEH:
Aizar Agi
Syahrial
Dhea Raisa
Pratiwi
Rizal
Hendra Kusuma
Ringga
Setiawan
Ferira
Putri Ayusuma
Sindi
Sativa Prasetyo
Erlinda
Amaliyana
Nur
Rifdayani
Ahmad
Habibie Awwalu Hakim
Nadia
Novia Sari
Amelia
Nurfalah
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TAHUN AKADEMIK
20111/2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 1.1 Latar Belakang
Sumbing
bibir dan palatum merupakan kelainan kongenital yang seringkali menyebabkan
menurunnya fungsi bicara, pengunyahan, dan penelanan yang sangat berat.
Seringkali terjadi peningkatan prevalensi gangguan yang berhubungan dengan
malformasi kongenital seperti ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya
fungsi pendengaran. 1
Penyebab bibir
sumbing tidak diketahui dengan pasti. Sebagian besar kasus sumbing bibir atau
sumbing palatum atau keduanya dapat dijelaskan dengan hipotesis multifactor.
Teori multifactor yang diturunkan menyatakan bahwa gen gen yang beresiko
berinteraksi satu dengan yang lainnya dan dengan lingkungan, menyebabkan cacat
pada perkembangan janin. 1
Sumbing bibir dan
palatum merupakan kegagalan bersatunya jaringan selama perkembangan. Gangguan
pola normal pertumbuhan muka dalam bentuk defisiensi prosesus muka merupakan
penyebab kesalahan perkembangan bibir dan palatum. Sebagian besar ahli
embriologi percaya bahwa defisiensi jaringan terjadi pada semua deformitas
sumbing sehingga struktur anatomi normal tidak terbentuk. 1
Umumnya bibir
sumbing dan palatum dibagi dalam empat kelompok besar:
- Sumbing bibir
- Sumbing palatum
- Sumbing bibir dan palatum unilateral
- Sumbing bibir dan palatum bilateral
Deformitas
sumbing dapat sangat bervariasi dari alur dalam kulit dan mukosa sampai meluas
membelah tulang dan otot. Kombinasi sumbing bibir dan palatum merupakan
deformitas sumbing yang paling sering terjadi.1
1.2 1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud
penulisan makalah tentang Cleft Lip ini
adalah sebagai tugas yang harus di selesaikan penulis, dengan tujuan penulis
mampu menjelaskan penyebab cleft lip, klasifikasi dan cara penanganannya.
BAB
II
CLEFT LIP
2.1 Definisi
Celah bibir (cleft lip) merupakan
kelainan kongenital yang disebabkan gangguan perkembangan wajah pada masa
embrio. Celah dapat terjadi pada bibir, langit-langit mulut (palatum), ataupun
pada keduanya. Celah pada bibir disebut labiochisis sedangkan celah pada
langit-langit mulut disebut palatoschisis. Penanganan celah adalah dengan cara
pembedahan.2
2.2 Etiologi
Penyebab sumbing
bibir dan palatum tidak diketahui dengan pasti. Sebagian besar kasus sumbing
bibir atau sumbing palatum atau keduanya dapat dijelaskan dengan hipotesis multifaktor.
Teori multifaktor yang diturunkan menyatakan bahwa gen-gen yang berisiko
berinteraksi satu dengan lainnya dan dengan lingkungan, menyebabkan cacat pada
perkembangan janin.3
Penyebab
kelainan ini dipengaruhi faktor genetik dan faktor non genetik yang justru
lebih sering muncul dalam populasi, kemungkinan terjadi satu individu dengan
individu lain berbeda-beda.4
1.
Faktor Genetik
Factor herediter
mempunyai dasar genetik untuk terjadinya celah bibir telah diketahui tetapi
belum dapat dipastikan sepenuhnya. Kruger (1975) mengatakan sejumlah kasus yang
telah dilaporkan dari seluruh dunia tendesi keturunan sebagai penyebab kelainan
ini diketahui lebih kurang 25-30%. Dasar genetic terjadinya celah bibir
dikatakan sebagai gagalnya mesodermal berpoliferasi melintasi garis pertemuan,
dimana bagian ini seharusnya bersatu dan bisa juga karena atropi daripada
epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada epithelium ataupun tidak
adanya perubahan otot pada daerah tersebut. Sebagai tanda adanya hipoplasia
mesodermal. Adanya gen yang dominan dan resesif juga merupakan penyebab
terjadinya hal ini. Teori lain mengatakan bahwa celah bibir tejadi karena 4:
Dengan bertambahnya usia ibu
hamil dapat menyebabkan ketidak kebalan embrio terhadap terjadinya celah. Adanya abnormalitas dari
kromosom menyebabkan terjadinya malformasi kongenital yang ganda. Adanya tripel autosom sindrom
termasuk celah mulut yang diikuti dengan anomali congenital yang lain
2.
Faktor Non Genetik
Faktor
non-genetik memegang peranan penting dalam keadaan krisis dari penyatuan bibir
pada masa kehamilan. Beberapa hal yang berperan penyebab terjadinya celah bibir
:4
a.
Defisiensi nutrisi
Nutrisi
yang kurang pada masa kehamilan merupakan suatu hal penyabab terjadinya celah
terutama defisiensi terhadap vitamin A dan vitamin riboflavin.
b.
Zat kimia
Pemberian aspirin, kortison dan insulin
pada masa kehamilan trimester pertama dapat menyebabkan terjadinya celah.
Obat-obat yang bersifat teratogenik seperti thalidomide dan phenitonin, serta
alkohol, kafein, aminoptherin dan injeksi steroid juga merupakan faktor
penyebab terjadinya cleft lip maupun cleft palate.
c.
Virus rubella
Virus rubella dapat menyebabkan cacat
berat, tetapi hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.
d.
Beberapa hal lain yang juga berpengaruh
yaitu
Kurang daya perkembangan, Radiasi, Infeksi penyakit menular ketika
trimester pertama kehamilan, Merokok, alkohol, dan
modifikasi pekerjaan
e.
Trauma
Strean dan Peer melaporkan bahwa
trauma mental dan trauma fisik dapat menyebabkan terjadinya celah. Stress yang
timbul menyababkan fungsi korteks adrenal terangsang untuk mensekresi
hidrokortison sehingga nantinya dapat mempengaruhi keadaan ibu yang sedang
mengandung dan dapat menimbulkan celah, dengan terjadinya stress yang
mengakibatkan celah yaitu : terangsangnya hipotalamus adrenocorticotropic
hormone (ACTH). Sehingga merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid
mengeluarkan hidrokortikson, sehingga akan meningkat di dalam darah yang dapat
menganggu pertumbuhan.1
2.3 Epidemiologi
Schroder mengatakan bahwa 75%
dari faktor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah resesif dan hanya 25%
bersifat dominan. Insidensi celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit
bervariasi tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar
daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam. Secara umum angka kejadian
celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit 1:750-1000 kelahiran,
insidensi pada ras Asia 1:500 kelahiran, ras Caucasian 1: 750 kelahiran, ras
African American 1:2000 kelahiran. Variasi celah bibir lebih sering terjadi
pada anak laki-laki, sementara celah langit-langit lebih sering pada anak
perempuan.2
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi
Veau untuk sumbing bibir dan palatum digunakan secara luas oleh klinikus untuk menggambarkan
variasi sumbing bibir dan palatum. Klasifikasi ini terbagi dalam empat kategori
utama berdasarkan derajat sumbing.3
Sumbing
bibir dapat bervariasi, dari pit atau takik kecil pada tepi merah bibir sampai
sumbing yang meluas ke dasar hidung.3
Kelas I : Takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas
sampai bibir
Kelas II :
Bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar hidung
Kelas III :
Sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung
Kelas IV :
Setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna
atau merupakan sumbing yang sempurna
Menurut
sistem Veua, sumbing palatum dapat dibagi dalam empat tipe klinis, yaitu :3
Kelas I : Sumbing yang
terbatas pada palatum lunak
Kelas II :
Cacat pada palatum keras dan lunak, meluas tidak melampaui foramen insisivum
dan terbatas hanya pada palatum sekunder.
Kelas III :
Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing palatum
komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum. Sumbing
tidak komplet meliputi palatum lunak dan bagian palatum keras, tetapi tidak
meluas sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas
dari uvula sampai foramen insisivum di garis tengah dan prosesus alveolaris
unilateral juga termasuk kelas III
Kelas IV :
Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta prosesus
alveolaris pada ke dua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan
sering kali bergerak.
2.5 Patogenesis
Dari beberapa peneliti berusaha
memahami bagaimana celah bibir dan celah langit-langit terjadi, hal ini masih
sulit dimengerti dan keterangan yang telah ada masih terbatas dan
dipertimbangkan. 5
Pada minggu kelima sampai keenam pada
prosesus frontonasalis adalah terbentuk prosesus nasalis medialis dan prosesus
nasalis lateralis, dan akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh, prosesus
maksilaris berkembang kearah depan menuju kegaris tengah dibawah prosesus
nasalis lateralis, dan mendekati prosesus nasalis medialis untuk bersatu. Pada
saat ini epitel, kemudian pecah sehingga memungkinkan mesoderm bersatu sehingga
bibir berkembang dengan sempurna. Jika terjadi gangguan kegagalan ini fusi
prosesus maksilaris dengan prosesus nasalis medialis maka akan terjadi celah
bibir. 5
Proses
fusi ini merupakan struktur garis median dari proses pembentukan philtrum. Hal
ini yang menyebabkan terjadinya unilateral atau bilateral tetapi tidak digaris
tengah. Terjadinya celah langit-langit, jika prosesus maksilaris dengan
prosesus frontonasalis dalam bidang horizontal gagal bersatu. Celah
langit-langit ini bervariasi, jika hanya satu lembeng berfusi dengan septum
nasalis maka terjadi celah langit-langit unilatetal, jika kedua lembeng gagal
berfusi terjadi celah langit-langit bilateral. 5
Perkembangan
wajah yang normal tergantung dari pertumbuhan yang harmonis dari bagian-bagian
tertentu yang dapat bertumbuh secara dinamis. Selama periode krisis
perkembangan yang tidak sejalan dan adanya kekurangan proliferasi dari pada
mesoderm contoh membentuk jaringan ikat penghubung yang melintasi garis fusi
yang menjadi penyebab berbagai macam proses embrio dalam pembentukan celah.5
2.6 Pemeriksaan Cleft Lip
2.6.1 Diagnosa prenatal
Deteksi prenatal dapat dilakukan
dengan beragam teknik. Fetoskopi telah digunakan untuk memberikan gambaran
wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat invasif dan dapat menimbulkan
resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik ini mungkin tepat digunakan
untuk konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada kehamilan yang kemungkinan
besar akan diakhiri. Teknik lain seperti ultrasonografi intrauterine, magnetic
resonance imaging, deteksi kelainan enzim pada cairan amnion dan
transvaginal ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses celah
bibir dan celah langit-langit secara antenatal. Tetapi, pemeriksaan-pemeriksaan
tersebut dibatasi pada biaya, invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound
transabdominal merupakan alat yang paling sering digunakan pada deteksi
antenatal celah bibir dan celah langit-langit, yang memberikan keamanan dalam
prosedur, ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining anatomi
antenatal.1
Deteksi dini memperkenankan
kepada keluarga untuk menyiapkan diri terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan
bahwa bayi mereka akan memiliki suatu kelainan/cacat. Mereka dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki,
celah bibir dan celah langit-langit belajar mengenai pemberian makanan khusus
dan memahami apa yang harus diharapkan ketika bayi lahir. Deteksi dini juga
memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu dengan keluarga sebelum
kelahiran dan mendiskusikan pilihan perbaikan. Dengan waktu konseling dan
rencana yang tepat, memungkinkan untuk melaksanakan perbaikan dari celah bibir
unilateral pada minggu pertama kehidupan.
Terdapat beberapa hal yang menarik perhatian
dalam pembedahan fetus yang merupakan bentuk potensial dari pengobatan celah
bibir dan celah langit-langit. Meskipun persoalan teknik dan etika seputar
konsep ini masih belum dapat dipecahkan. Pada pembedahan in utero manipulasi
perlu dipertimbangkan, deteksi cacat/kelainan sedini mungkin diterapkan pada
masa kehamilan.1
2.6.2 Dignosa
postnatal
Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan
palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran. Celah dapat terlihat seperti
sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari bibir hingga ke gusi atas dan
palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada otot palatum molle, yang
terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi oleh lapisan mulut (mouth's
lining) karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat
didiagnosa hingga beberapa waktu.1
2.7 Tatalaksana
2.7.1 Waktu optimal untuk rekontruksi celah
bibir
Perawatan yang dilakukan terhadap penderita celah bibir dan
celah langit – langit merupakan suatu proses yang harus dimulai sejak dini.
Seperti yang kita ketahui bersama anak termasuk cacat celah bibir dan celah
langit-langit akan membawa dampak yang serius dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak selanjutnya apabila tidak ditanggulangi dari awal dengan usia
muda. 6
Walaupun
penanganan penderita ini berbeda dari waktu umumnya baik terutama tidak
menghidap infeksi pernafasan akut, dan tidak menderita pilek, serta diadakan
pemeriksaan dahulu terhadap keadaan darah, urin, serta toraksnya.6
Seperti
yang telah diterangkan diatas bahwa syarat umum dilakukan operasi adalah
anak/bayi sehat, tidak menderita penyakit atau kelainan sistemik. Selain syarat
tersebut diatas, maka sebagai pedomen yang harus diiluti “The Rule Of Over
10’s” dari Millard, yaitu:6
1.
Umur
anak minimal 10 minggu.
Pada saat seperti ini merupakan waktu
yang tepat untuk dilakukan rekontruksi, terutama perlu diperhatikan adalah
system cardio – respiration dan daya tahan vaskular pulmonarnya. Pada penderita
ini hendaknya diamati tanda dan gejala gangguan tidur (sleep-apnea) dengan
menanyakan kepada orang tuanya apakah pasien kebiasaan mendengkur, gelisah,
berkeringat waktu malam, sulit bernafas, ataupun terlihat sianosis. Keadaan
seperti ini supaya dikonsultasikan kebahagian THT untuk ditangani.
2.
Beratnya
minimal 10 lbs (5 kg)
3.
Hb
minimal 10 gms (10 mg per 100 ml) dan lekosit tidak boleh diatas 10.000 sel per
mm.
Selain kondisi fisik pasien waktu
operasi atau jenis operasi yang harus dipertimbangkan juga harus ada kerjasama
yang baik dari anggota tim yang merawat.
2.7.2 Persiapan pra bedah
Persiapan pra bedah penting sekali untuk mengurangi faktor
resiko karena hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian
keadaan penderita. Dalam persiapan inilah ditentukan adanya kontraindikasi
operasi, toleransi penderita terhadap tindakan bedah, dan ditetapkan waktu yang
tetap untuk dilakukan pembedahan. 6
Tindakan
umum yang dilakukan setelah diputuskan melakukan pembedahan dimaksudkan untuk
mempersiapkan penderita agar hambatan pasca bedah dapat dicegah.
Hambatan-hambatan bedah dapat diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis merupakan tindakan pertama dalam proses pemeriksaan pasien. Tujuan
anamnesis ini adalah untuk memperoleh gambaran kesehatan pasien secara umum
maupun khusus. Sebelum tindakan bedah, perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan, diantaranya pemeriksaan klinis, pemeriksaan klinik patologis, dan
pemeriksaan radiografis, sehingga diagnosa yang tepat ditegakkan dan
memperkecil risiko timbulnya keadaan patologis dikemudian hari.6
2.7.3
Penataklaksanaan Bedah
1. Metode Barsky
Penataklaksanaan
celah bibir dilakukan dengan labioplasti metode barsky dipilih karena prolabium
pendek dan sisi sebelah kiri sumbing tidak komplit maka desain pada daerah
tersebut dengan meninggikan titik dasar hidung agar sesuai dengan tinggi pada
sisi kanan sumbing yang komplit, sehingga panjang insisi sebelah kiri dengan
sebelah kanan sama.6
Suntik daerah bibir yang akan
dilakukan insisi dengan anestikum umum yang mengandung bahan vasokontriksi.
Insisi garis-garis yang telah ditentukan dan dilakukan diseksi tumpul dan
pisahkan kulit dengan otot bibir sampai otot-otot bibir lepas dan dapat ditarik
ke tengah untuk ditemukan dengan otot-otot bibir disisi yang lain sehingga
dapat bertemu dan otot tidak tegang. Dilakukan penjahitan dimulai otot dengan
otot menggunakan dengan benang absorben 4.0, kemudian dan dijahit dengan benang
non-absorben 5.0. Kontrol pendarahan, orofaring pack dibuka, operasi selesai.6
2. Metode Millard
Teknik perawatan celah bibir dengan
metode Millard sebagai berikut: 9
ü Menentukan titk tengah dari cupids
bow, kemudian titik puncak cupid’s bow dari sisi yang intak
ü Sebelum melakukan insisi maka
dilakukan dulu pembuatan pola gambar untuk rotasi dari sisi medial dan pola
advancement dari sisi lateral dengan methylen blue atau gentian violet
ü Daerah yang akan di insisi pada bibir
kita anastesi secara infiltrasi dengan memakai bahan anastesi lokal ditambah
dengan vasokontriksi
ü Insisi sesuai dengan pola rotasi pada
vermilion, sehingga cupid’s bow akan terotasi kebawah. Insisi dibuat agak
sedikit tegak lurus dengan mucocutaneus junction untuk menjaga keseimbangan
bibir. Jika ketika pembuatan pola rotasi, garis berlanjut lurus ke tubercle
vermilion tegak lurus dengan insisi pada 90 derajat ke mucocutaneus junction
maka jaringan ikat yang penting akan hilang
ü Insisi sesuai dengan pola advencement
pada sisi lateral
ü Insisi AB terletak pada posisi
philtrum colummela Z plasti dari bagian atas tersembunyi pada lipatan dasar
hidung
ü Melakukan penjahitan dengan benang
absorbel untuk otot dan benang mon absorbel 3,0 4,0 5,0 untuk mukosa dan kulit
ü Setelah selesai luka ditutup dengan
kain kasa lunak dan diganti tiap hari.
2.7.4 Perawatan
sesudah bedah
Instruksi
pasca operasi, menjaga luka operasi agar tetap kering, diet bertahap cair sampai
lunak tinggi kalori tinggi protein, bila sudah sadar dan pulih kembali dapat
langsung pulang, pemberitahuan mengenai kondisi yang biasa terjadi setelah
operasi kepada orang tua pasien seperti rasa sakit dan tidak nyaman mencapai
puncaknya pada waktu kembalinya sensasi dan menggunakan obat sesuai anjuran
dokter. Obat-obatan yang diberikan pasca operasi adalah antibiotik, analgetik,
dan antiinflamasi. Setiap hari dibersih luka dan dilakukan dressing pada hari
ke-7 untuk dilakukan pelepasan jahitan selang seling serta hari ke-14 untuk
diakukan pelepasan jahitan seluruhnya.6
2.7.5 Komplikasi Pasca Pembedahan
ü Obstruksi jalan napas
Pascabedah obstruksi jalan napas
adalah komplikasi yang paling penting dalam periode pasca-operasi langsung.
Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring sementara
pasien tetap dibius dari anestasi. Intraoperative penempatan lidah tarikan
jahitan membantu dalam pengelolaann situasi ini. Obstruksi jalan napas juga
dapat menjadi masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran napas
dinamika, terutama pada anak-anak dengan rahang kecil.1
ü Pendarahan
Selama
pembedahan perdarahan adalah komplikasi yang sering terjadi pada langit-langit
karena terdapat banyak pembuluh darahnya. Ini dapat berbahaya pada bayi karena
kekurangan volume darah. Sebelum pembedahan penilaian tingkat haemoglobin dan
platelet adalah penting.1
2.7.6 Komplikasi jika tidak dilakukan pembedahan
a. Masalah asupan makanan
Masalah
asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita celah
bibir. Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan
hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan
labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan
tambahan yang ditemukan adalah refleks hisap dan refleks menelan pada bayi
dengan celah bibir tidak sebaik normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak
udara pada saat menyusu. Cara memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin
dapat membantu proses menyusui bayi dan menepuk-nepuk punggung bayi secara
berkala dapat membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan
celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan
labiopalatochisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus
(cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan
kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah
pemberian makan/ asupan makanan tertentu.1
b. Masalah dental
Anak yang
lahir dengan celah bibir mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan
dengan kehilangan gigi, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada area
dari celah bibir yang terbentuk. 1
c. Infeksi telinga
Anak dengan
labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan
dan penutupan tuba eustachius.1
d. Gangguan berbicara
Pada bayi
dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada
perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak
dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara
dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun
telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot
tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin
tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki
kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang
dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin
mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s,
sh, dan ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat
membantu.1
2.7.7 Pencegahan
celah bibir dan palatum
1. Menghindari merokok
Ibu
yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah
dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau
selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya
celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di
Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial
yang terjadi pada populasi negara itu.7
Lebih
dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga perempatnya
tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan publik dan
politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau. Banyak
laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok pada kalangan
perempuan berusia 15-25 tahun terus meningkat secara global pada dekade
terakhir. Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh
dunia merokok selama kehamilan mereka dan, ketika merokok secara pasif juga
dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau
selama kehamilan mereka.7
2. Menghindari alkohol
Peminum
alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh kembang
embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan
dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal
alcohol syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika
Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa
interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial dirumitkan oleh biasa
yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang merokok, alkohol
diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-benar
disebabkan murni karena alkohol.7
3. Nutrisi
Nutrisi
yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat
penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang
normal dari fetus.7
a. Asam Folat
Peran
asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk
ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan
memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil
dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin memiliki
efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan bentuk
poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis. Pemberian
asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan sejak
konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan
hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk
mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah defek
kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan bahwa suplemen
asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang
non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing.7
b. Vitamin B-6
Vitamin
B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah orofasial
secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga
kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau
antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah orofasial dan defisiensi
vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut
sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban. Namun penelitian pada
manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya
celah. 7
c. Vitamin A
Asupan
vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko
terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah
peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan
defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi.
Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan
diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat.
Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di Amerika
Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada wanita
yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa perikonsepsional. 7
4. Modifikasi Pekerjaan
Dari
data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan
antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri
reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan
tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan
bertani mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari
beberapa penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih
baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri
cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah
diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial. 7
5. Suplemen Nutrisi
Beberapa
usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk
mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan
sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang dilakukan
pada percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika
Serikat namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis
statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen
multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan penelitinya
mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif, namun
penelitian tersebut memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi
hasilnya. Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah
orofasial adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa
produktifnya.7
2.8 Gejala dan Manifestasi Klinis
Beberapa gejala klinis dari bibir
sumbing atau labioschisis antara lain :8
1.
Pemisahan
bibir
2.
Pemisahan
langit-langit
3.
Pemisahan
bibir dan langit-langit
4.
Distorsi
hidung
5.
Infeksi
telinga berulang
6.
Berat
badan tidak bertambah
7.
Regurgitasi
hidung ketika menyusu (air susu keluar dari lubang hidung)
Sedangkan
manifestasi dari cleft lip yang biasanya terdapat pada pasien saat datang ke ke
rumah sakit antara lain:8
1. Deformitas pada
bibir2
2. Kesukaran dalam
menghisap/makan
3. Kelainan susunan
archumdentis.
4. Distersi nasal
sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
5. Gangguan
komunikasi verbal
6. Regurgitasi
makanan.
7. Pada Labio skisis
a.
Distorsi pada hidung
b.
Tampak sebagian atau keduanya
c.
Adanya celah pada bibir
8. Pada Palatoskisis
a.Tampak
ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive
b.
Ada rongga pada hidung.
c.
Distorsi hidun
d.
Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa.
e.
Kesukaran dalam menghisap/makan.
BAB III
ALAT
BANTU PADA PENDERITA CLEFT LIP
Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak
ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi
juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini
menyebabkan intake minum/makanan yang masuk menjadi berkurang. Untuk membantu
keadaan ini biasanya bayi baru lahir dipasang :10
1
Pemasangan
selang nasogastric tube (NGT). Untuk membantu memenuhi
nutrisi pada bayi yang mengalami cleft lip juga dapat digunakan selang Nasogastric tube,
adalah selang yang dimasukkan melalui hidung. Berfungsi untuk memasukkan susu
langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.
Gambar 4 Nasogastric tube (NGT)
2
Pemasangan Obturator yang terbuat dr bahan akrilik yg elastis, semacam gigi tiruan tapi
lebih lunak, jd pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi.
Beberapa ahli beranggarapan obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tp
beberapa menganggap justru mengarahkan
Gambar 5 Obturator
3
Penggunaan dot khusus
harus memiliki pembukaan yang cukup besar untuk memungkinkan cairan untuk
mengalir dengan mudah dan mencegah kelelahan mengisap, tetapi tidak boleh
begitu besar sehingga menyebabkan tersedak. Puting botol harus lembut dan
mampat, sehingga cairan mengalir dengan mudah. Yang Mead- Johnson Cleft Palate
Nurser adalah yang paling umum digunakan botol dan dot untuk bayi dengan
clefts. Puting dot termasuk lembut dan panjang dengan lubang yang melekat pada
botol plastik yang fleksibel yang dapat diperas untuk meningkatkan aliran
cairan. The Haberman memiliki puting lebih besar dan lebih panjang dari
kebanyakan puting susu, dan dapat dengan
lembut diperas untuk membantu bayi meminum cairan.
Gambar
6 Dot khusus
BAB
IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
SIMPULAN
1.
Celah
bibir (cleft lip) merupakan kelainan kongenital yang disebabkan gangguan
perkembangan wajah pada masa embrio
2.
Penyebab
Cleft lip merupakan multifaktor seperti genetik dan non genetik
3.
Terjadinya
cleft lip terjadi pada minggu kelima sampai keenam karna kegagalan prosesus
nasalis medialis bertemu dengan prosesus maksilaris
4.
Diagnosa pada
kelainan ini dapat dilakukan saat prenatal seperti USG atau postnatal
5.
Tatalaksana
pada clift lip tergantung pada kelas dan keparahan, selain itu rencana
perawatan dilakukan dalam beberapa tahap dan dengan bantuan beberapa dokter
dari spesialis orto, THT dan psikolog.
6.
Gejala yang
paling terlihat adalah terdapat celah pada bibir dan biasanya disertai dengan
keluhan sulit minum ASI
7.
Alat bantu
dapat berupa NGT, dot khusus maupun obturator untuk membantu perawatan bayi
yang memiliki kelainan cleft lip
5.2 SARAN
Sebaiknya dalam pembuatan
makalah ini bimbingan dan kerjasama penulis dengan dosen pembimbing di
optimalkan agar dalam penyusunan materi penulis mendapatkan manfaat dan tujuan
pemberian tugas.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sudiono, Janti. Gangguan Tumbuh
Kembang Dentokraniofasial. Jakarta. Indonesia: EGC. 2008. Hal 5-6
2.
Manickam, Vignesvary. Rekontruksi celah bibir bilateral dengan
metode barsky. FKG USU :
Medan. Sumatera Utara. 2012.
3.
Sudiono Janti. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial.
Indonesia, Jakarta : EGC. 2009. Hal.7-8.
4.
2. Vinod K. Cleft Lips and
Cleft Palate. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 2th ed.
New Delhi : Arya Publishers House. 2009. p.572-85.
5.
Petterson.
Cleft lip and cleft palate. BC
Decker Inc. 2000.
6.
Driana
Pertama W., dan Soelistiono. Labioplasti metode Barsky dengan anestasi
local pada penderita celah bibir bilateral inkomplit. Maj Ked Gi Desember 2008; 15(2):
131-4.
7. M.
Hanikeri, J. Savundra, D. Gillett, M. Walters, W. McBain. Antenatal Transabdominal
Ultrasound Detection of Cleft Lip and Palate in Western Australia From 1996 to
2003. The Cleft
Palate-Craniofacial Journal: Vol. 43, No. 1, pp. 61-66.
8.
Maclean JE, Hayward P,
Fitzgerald DA, Waters K. Cleft lip
and/or palate and breathing during sleep. Sleep Med Rev. 2009.
9.
Gurusinga,
Dewi Karonita. Metode Millard Sebagai
Salah Satu Teknik Penutupan Celah Bibir. Medan. Indonesia: FKG USU. Hal
13-16
10.
Betz,
Cecily, dkk. Buku saku keperawatan
pediatrik. Jakarta: EGC. 2002
Semoga para junior Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat lebih maju dari para pendahulunya. Amin
by: Sileo
0 Masukan:
Posting Komentar