02 Januari 2020
Pukul 09.00 WITA lewat 14 menit
Ditemani deras hujan di ruang poli yang sunyi.
Rembesan hujan mulai terasa mengenai area terlarang. Jimus.
Menoleh sejenak menikmati limpahan unsur kehidupan yang
turun dari langit, beraroma khas rumput yang basah. Petrichor.
Mata ini mulai berkaca teringat perkataan seorang sosok
hebat di masa lalu. Sosok yang di hormati oleh semesta. Beliau sempat berderai
airmata melihat derasnya hujan di suatu hari, dan seorang sahabat bertanya
mengapa beliau menangis.
Lalu beliau menjawab.
“Beginilah derasnya manusia yang akan masuk ke dalam api
pembalasan.”
Tak ingin berlarut atas sesuatu yang bisa kita ubah, dalam
derasnya hujan juga terdapat rahasia yang hebat. Hujan adalah sedikit bukti
kasih sayang sang Maha kepada ciptaannya. Saat hujan turun adalah salah satu
dari sedikit waktu dimana harapan akan di dengar oleh Nya. Tidak banyak yang tau akan rahasia ini. Karna
kebanyakan kita sibuk menghujat derasnya hujan karna mengganggu urusan
keseharian yang kita anggap berharga.
Hujan belum genap sebulan, banyak tempat yang sudah terendam
banjir, dan seperti biasa, pemimpin adalah dalangnya. Semua kesalahan ada
padanya. Begitu berat beban yang di tanggung oleh pemimpin di negri ini.
Padahal kita serupa, hanya manusia lemah yang selalu menyeru kepada Pencipta.
Kenapa tidak kita mulai dari kebiasaan sehari-hari diri.
Perbaiki hal yang bisa kita ubah, jika sudah lalu mulai dengan lingkungan
sekitar, andai semua orang masing-masing bisa menjadi lebih baik, kita tidak
perlu pemimpin yang hebat. Karna alam akan memperbaiki dirinya sendiri.
Sepertinya tulisan ini bukan berasal dari gue yang biasanya.
Tapi entah kenapa perasaan menjadi lega. Mungkin ini adalah keresahan yang
sebenarnya gue rasakan dan harus dituangkan.
Salam Damai.
by: Sileo
ini bukan rizal.
BalasHapus